Profil IMDFF-DR

Tentang IMDFF-DR

Pada Desember 2004, wilayah Aceh dan pesisir pantai barat Pulau Sumatera dilanda bencana tsunami, yang menelan korban hingga 200.000 jiwa. Beberapa bulan berselang, Pulau Nias dilanda gempa bumi. Dan, sekitar setahun kemudian, giliran Pulau Jawa yang mengalami gempa serta tsunami, yang menelan korban hingga 6.000 jiwa. Pada 2010, Gunung Merapi meletus, menghancurkan rumah-rumah dan lingkungan yang belum benar-benar pulih dari bencana sebelumnya.

Kepulauan Nusantara memiliki kondisi dan karakteristik geografi yang menjadikannya rentan bencana alam; seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, longsor, banjir dan sebagainya. Menurut data data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), antara 2005-2015, terjadi rata-rata 1.545 bencana alam—besar maupun kecil—setiap tahunnya di seluruh wilayah Indonesia. Bencana-bencana tersebut telah memakan korban jiwa, menghancurkan kehidupan masyarakat, serta merusak hasil-hasil pembangunan.

Pemerintah Indonesia—di tingkat nasional maupun lokal—harus memiliki kesiapan dalam menghadapi bencana; baik kesiapan dana, personil, sistem informasi hingga sistem pengetahuan tentang penanganan paska bencana terbaik yang berasal dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Pemerintah Indonesia membuka diri terhadap berbagai bentuk partisipasi dan kerjasama sama dalam penanganan bencana yang terjadi saat ini maupun di masa mendatang.

Peristiwa tsunami di Aceh dan Nias juga membawa dampak-dampak positif tersendiri. Pemerintah Indonesia berhasil membangun pendekatan yang baik dan menjadi acuan internasional dalam mengatasi dampak bencana. Misalnya, Pemerintah membentuk Multi Donor Fund for Aceh and Nias (MDF) untuk mengoordinasi dukungan negara dan lembaga internasional bagi proses rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh dan Nias, yang berhasil mengelola dana bantuan hingga $655 juta, dengan dukungan World Bank sebagai wali amanah.

Tahun 2006, berpegang pada pengalaman MDF, Pemerintah membentuk Java Reconstruction Fund (JRF) untuk proses rekonstruksi bencana di Pulau Jawa. Dan, guna mengantisipasi kemungkinan bencana lainnya ke depan, pada tahun 2009 dibentuk Indonesia Multi Donor Fund Facility for Disaster Recovery (IMDFF-DR).

IMDFF-DR adalah mekanisme pendanaan yang bertujuan memobilisasi dana dan mengkoordinasikan bantuan internasional dalam rangka mendukung dan melengkapi upaya Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. IMDFF-DR berperan mengatasi kekurangan anggaran Pemerintah. Selain itu, lembaga ini berperan sebagai katalisator guna meningkatkan kualitas penanggulangan bencana secara berkesinambungan, dengan memanfaatkan jejaring dan keahlian, serta pengalaman mitra internasional.

Struktur Organisasi

Struktur organisasi IMDFF-DR terdiri dari Tim Pengarah (Steering Committee), Tim Teknis (Technical Committee), Admnistrative Agent serta Wali Amanah. Tim Pengarah dan Tim Teknis dibantu Sekretariat Tim Koordinasi IMDFF-DR yang dibentuk melalui Keputusan Sekretaris Menteri PPN/Bappenas.

IMDFF-DR beroperasi dengan menggunakan sistem dua window, yang masing-masing dikelola oleh Bank Dunia sebagai wali amanah dan UNDP mewakili PBB sebagai administrative agent. Kebijakan pengalokasian dana IMDFF-DR ditetapkan Tim Pengarah berdasarkan kebutuhan serta usulan dari calon pelaksana kegiatan, dan ketersediaan dana yang diterima dari negara atau lembaga donor.

Lembaga yang dapat mengusulkan kegiatan adalah Kementerian atau Lembaga, serta lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bermitra dengan instansi pemerintah terkait. Pemerintah Daerah terdampak terlibat dalam memberikan masukan kebutuhan dukungan pemulihan. Sementara itu, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dapat berperan sebagai mitra pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Lingkup dan jenis kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan pendanaan IMDFF-DR adalah:

  1. Pelaksanaan kegiatan pemulihan awal (early recovery) dalam bidang infrastruktur publik dan sosial seperti jalan jembatan, irigasi, pelabuhan, infrastruktur perkotaan, sekolah, dan rumah sakit.
  2. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam bidang:
  1. Pembangunan kembali infrastruktur publik dan sosial seperti jalan jembatan, irigasi, pelabuhan, infrastruktur perkotaan dan perdesaan, sekolah, dan rumah sakit.
  2. Upaya pemulihan kehidupan masyarakat (sektor ekonomi produktif) termasuk permodalan bagi petani.
  3. Pembangunan kembali perumahan;
  1. Kegiatan bantuan teknis (technical assistance) dan pembangunan kapasitas (capacity building);
  2. Pelaksanaan DaLA, PDNA dan penyusunan renaksi apabila terjadi bencana lainnya.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah dalam bentuk-bentuk antara lain:

  1. Project investment dan technical assistance, termasuk new-stand alone project, co-financing proyek baru, pendanaan pengurangan risiko bencana, tambahan pendanaan untuk komponen baru dalam proyek yang sedang berjalan.
  2. Perluasan proyek atau kegiatan yang sedang dilakukan (scale-up) oleh implementing partner; baik dari sisi cakupan wilayah, cakupan kegiatan, cakupan jumlah penduduk dan bentuk-bentuk perluasan lainnya.
  3. Dukungan bagi program pemerintah yang menjadi bagian dari upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Milestone

Dibentuk pada akhir 2009, dalam satu tahun IMDFF-DR telah selesai melakukan penyiapan kelembagaan serta menyusun SOP untuk mekanisme kerjanya. Pada 2011, Pemerintah Selandia Baru mempercayakan bantuan senilai NZD 4 juta untuk dikelola melalui mekanisme ini. Dana tersebut terutama ditujukan untuk penanganan bencana gempa bumi yang terjadi di Pulau Mentawai, Sumatera Barat.

Pada 2012, dilaksanakan berbagai kegiatan penanganan bencana, baik di Mentawai maupun di Merapi. Pada tahun ini, Pemerintah Selandia Baru menambah bantuan dana bencananya sebesar NZD 2,5 juta.

Pada tahun 2013 dilaksanakan review terhadap peran IMDFF-DR dan hasilnya adalah proses transformasi. Peran dan lingkup kegiatan IMDFF-DR diperluas dan menjadi lebih fleksibel. SOP IMDFF-DR diperbaharui.

Pada tahun 2014, IMDFF-DR resmi berubah menjadi IDF (Indonesia Disaster Fund). Pada tahun ini, Pemerintah Selandia Baru kembali menambah dana bantuannya, kali ini sebesar NZD 4,1 juta. Pada bulan Desember 2014, dukungan pemulihan di Mentawai dan Merapi berakhir. Sementara itu, dilakukan penandatanganan Joint Programme Document untuk penanganan bancana letusan Gunung Sinabung dan letusan Gunung Kelud. Tahun 2015 dilaksanakan United Nation Join Program (UNJP) di Gunung Kelud dan di Gunung Sinabung.

Pada tahun 2016, dilakukan penandatangan General Agreement untuk replikasi proyek Rehabilitasi Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (REKOMPAK). Pilot Project REKOMPAK telah dilakukan Kementrian Pekerjaan Umum pada tahun 2005, saat menangani rehabilitasi paska bencana tsunami di Aceh dan Nias. Lewat pendekatan berbasis komunitas dan mengandalkan kemandirian kelompok masyarakat, program ini mampu membangun 300 rumah hanya dalam waktu sekitar 14 bulan.

Pada tahun 2016, UNJP di Gunung Kelud dan di Gunung Sinabung selesai. Sementara itu, melalui windows PBB, mulai dilaksanakan kegiatan replikasi REKOMPAK di Sinabung.

Penyaluran Dana IMDFF

Kontribusi dari negara atau lembaga donor kepada Pemerintah Indonesia untuk membantu penanggulangan bencana melalui IMDFF-DR dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:

  • Negara/lembaga donor menyampaikan informasi melalui surat resmi kepada Ketua Tim Pengarah IMDFF-DR melalui Sekretariat mengenai rencana pemberian dana hibah kepada Pemerintah Indonesia dalam rangka mendukung penanganan bencana yang dananya akan disalurkan melalui IMDFF-DR
  • Komitmen pemberian dana hibah dapat berupa dana yang sudah dialokasikan khusus untuk membiayai kegiatan atau sektor tertentu (earmarked) sesuai dengan MoU IMDFF-DR atau dana yang bebas digunakan (un-earmarked) sesuai dengan kebutuhan dan keputusan dari Tim Pengarah IMDFF-DR.
  • Setelah mendapatkan persetujuan dari Tim Pengarah, dilakukan penandatanganan perjanjian pemberian hibah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Donor kemudian menandatangani perjanjian dengan agen administrasi atau wali amanah sesuai dengan window yang digunakan.
  • Tahun anggaran yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan IMDFF-DR adalah Januari-Desember. Apabila terdapat perbedaan tahun anggaran antara pemerintah dengan donor, pengaturan secara khusus yang berkaitan dengan komitmen dan pencairan dana diatur dalam FAA.

Pada tahun 2011, Pemerintah Selandia Baru memberikan komitmen bantuan dana bencana dengan total nilai mencapai NZD 10,6 juta atau setara USD 8,5 juta. Pencairan bantuan dilakukan dalam tiga tahapan; yakni Fase 1 pada bulan Juni 2011, Fase 2 pada bulan Juni 2012, serta Fase 3 pada bulan Juni 2014.

Pemanfaatan dana dilakukan baik melalui window PBB maupun windows Bank Dunia. Windows PBB menyalurkan dana sebesar sebesar NZD 6 juta atau setara USD 4,8 juta. Sementara itu, window Bank Dunia menyalurkan bantuan senilai NZD 4,6 juta atau setara USD 3,7 juta. Dana tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan penanganan bencana; yakni pada peristiwa gempa bumi di Mentawai (2011), letusan gunung Merapi (2012), letusan Gunung Kelud (2014), serta letusan Gunung Sinabung (2014).