Capaian IMDFF-DR

Mentawai

Gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, terjadi pada 25 Oktober 2010. United States Geological Survey (USGS) menyatakan gempa dengan kekuatan 7,7 skala richter terjadi pada pukul 21:42:22 waktu setempat, pada posisi sekitar 240 km di sebelah barat Propinsi Bengkulu, dekat dengan Kepulauan Mentawai. Gempa dilaporkan terjadi pada kedalaman 206 km di bawah permukaan laut.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) segera mengeluarkan peringatan tsunami. Namun, peringatan tersebut kemudian dicabut setelah kemungkinan ancaman tsunami berlalu. Ternyata, setelah peringatan dicabut, gelombang tsunami setinggi 3-10 meter melanda Kepulauan Mentawai dan menghancurkan setidaknya 77 desa.

Dilaporkan 286 orang meninggal dunia, 252 orang hilang dan sekitar 200 orang mengalami luka-luka, baik berat maupun ringan. Lokasi bencana yang relatif terpencil, hanya dapat dijangkau dengan kapal laut, membuat laporan korban mengalami keterlambatan.

Fasilitas yang dilaporkan rusak meliputi 15 unit sekolah, 10 buah gereja, serta 10 buah jembatan.

Program

Klik pada logo untuk menyaring.

Program Pengembangan Budidaya Kakao

Kategori : Livelihoods Recovery

Dampak terbesar bencana gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai adalah kerusakan dan kerugian pada sektor ekonomi produktif, yakni mencapai 34% dari total nilai kerusakan dan kerugian. Melihat kenyataan ini, pendanaan dari IMDFF-DR diarahkan untuk mendukung pemulihan mata pencaharian (livelihood) masyarakat yang terkena dampak bencana.

Kegiatan pembinaan masyarakat dimulai dengan identifikasi komoditi yang sesuai untuk dikembangkan di daerah intervensi. Berdasarkan kajian dan diskusi dengan masyarakat, disepakati bahwa kakao menjadi tanaman utama pisang serta pinang sebagai tanaman pelindung. Komoditi lain yang disepakati untuk dikembangkan adalah sapi potong, tanaman semusim (kacang hijau dan jagung), talas/keladi serta ikan air tawar. Komoditi-komoditi tersebut diharapkan dapat menjadi sumber pangan dan mata pencaharian bagi masyarakat di pemukiman baru nantinya.

Pertanian terpadu (integrated farming) merupakan pertanian dengan menerapkan pencampuran berbagai komoditi di dalam suatu luasan lahan dengan prinsip saling mendukung satu sama lainnya, sehingga pemanfaatan lahan lebih optimal. Optimalisasi ini akan berdampak terhadap peningkatan nilai tambah dan keberlanjutan usaha petanian. Kondisi tersebut dapat dicapai karena secara alamiah kesuburan lahan dapat dipertahankan, hama dan penyakit mudah dikendalikan dan kebutuhan terhadap input eksternal dapat dikurangi.

Pada umumnya petani di daerah intervensi telah melakukan kegiatan pertanian campuran, namun belum dilakukan secara sistematis dan belum memperhatikan keterkaitan antara satu komoditi dengan komoditi lainnya. Tanaman kakao dicampur dengan tanaman pisang, atau tanaman lain tanpa memperhatikan jarak tanaman sehingga antara pencahayaan dan kelembaban di sekitar kakao tidak optimal. Umumnya kakao tidak mendapat pencahayaan yang cukup, sehingga kelembaban menjadi tinggi yang mengakibatkan mudah tumbuhnya jamur penyebab penyakit pada tanaman kakao.

Serangkaian pelatihan budidaya kakao telah dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan para petani dalam pengelolaan tanaman dan lahan melalui pembekalan teori dan praktek langsung di lapangan. Demo plot, atau lahan percontohan, dibentuk dan dijadikan sebagai tempat pelatihan di tiga lokasi; yakni di Km 10 Pagai Utara serta Km 27 dan Km 37 Pagai Selatan.

Program Peningkatan Kapasitas Pelatih Lokal

Kategori : Livelihoods Recovery

Sebanyak 30 pemuda Mentawai (9 perempuan dan 21 laki-laki) yang terkena dampak tsunami pada 2010 berhasil menyelesaikan dan lulus proses sertifi kasi pelatihan kerja berbasis kompetensi di tiga bidang: pelatihan servis motor (240 jam), pembuatan furnitur (240 jam) serta pembuatan makanan ringan (120 jam). Selain keterampilan teknis, para pemuda ini juga mendapat pelatihan kewirausahaan modul GET Ahead dari ILO selama 8 hari.

Paska pelatihan, para pemuda tersebut kembali ke Kepulauan Mentawai untuk ikut membangun kembali masyarakat setempat. Mereka berperan sebagai pelatih bagi 200 warga lokal, yang juga memiliki keinginan untuk berkembang menjadi wirausahawan.

Selain itu, ke-30 pemuda pelopor menerima Bantuan Pasca Pelatihan agar dapat membuka usaha sendiri. Bantuan tersebut terdiri dari penyediaan peralatan kerja standar untuk membuka usaha sendiri (seperti peralatan pembuatan furnitur, servis motor dan pembuatan makanan ringan serta alat pengemasan) serta bantuan pengembangan usaha oleh sebuah tim konsultan bisnis.

Program Pelatihan Usaha Makanan Ringan

Kategori : Livelihoods Recovery

Dalam program ini, 200 warga (199 perempuan dan 1 laki-laki), yang berasal dari 10 dusun di 3 tempat relokasi KM 10 di Pagai utara, serta KM 27 dan KM 37 di Pagai Selatan, dilatih untuk menjadi wirausahawan. Mereka mendapatkan dua jenis pelatihan; yakni training pembuatan makanan ringan serta pelatihan kewirausahaan (Training of Entrepreneur). Pelatihan bertumpu pada prinsip efisiensi, efektifitas serta relevansi; dengan tujuan akhir dapat mendukung peningkatan langsung dari mata pencaharian para peserta.

Training pembuatan makanan ringan mengambil modul pelatihan 120 jam. Pembelajaran difokuskan pada pembuatan makanan ringan yang terbuat dari pisang, singkong dan talas. Para peserta dilatih untuk memproduksi makanan ringan seperti pisang renyah, talas renyah serta makanan ringan ikan. Sementara itu, pelatihan kewirausahaan dilaksanakan dengan menggunakan modul GET Ahead dari ILO.

Pelatihan kewirausahaan selama lima hari ini difasilitasi 15 pelatih lokal yang sudah menyelesaikan pelatihan untuk pelatih GET Ahead ILO selama delapan hari.

Sinabung

Sejak tahun 2010 hingga sekarang, Gunung Sinabung di Sumatera Utara terus aktif dan telah beberapa kali mengalami letusan. Pada puncak letusan, hampir 30.000 orang terpaksa mengungsi.

Saat ini, 1.873 keluarga yang sebelumnya tinggal di zona yang tidak aman telah direlokasi ke lokasi yang lebih aman. Sementara itu, 1.080 keluarga masih berada di tempat pengungsian dan menunggu waktu untuk dipindahkan ke tempat tinggal yang baru.

Gunung Sinabung tercatat tidak pernah aktif sejak tahun 1600-an. Namun, pada 2010, ia mendadak aktif kembali, hingga sekarang. Letusan besar telah terjadi pada tahun 2010, 2013-2014, 2016, dan terakhir pada Februari 2018.

Pada tahun 2010, ditemukan satu orang meninggal dunia karena gangguan pernapasan ketika mengungsi dari rumahnya. Pada tahun 2014, ditemukan 14 orang meninggal dunia dan 3 orang luka-luka terkena luncuran awan panas.

Letusan di tahun 2016 menelan korban sebanyak 7 orang meninggal dunia dan 2 orang lainnya luka bakar. Pada letusan yang terakhir, di tahun 2018, tidak ada korban meninggal dunia.

Program

Klik pada logo untuk menyaring.

Program Rekonstruksi Perumahan Berbasis Masyarakat

Salah satu fokus penyaluran bantuan IMDFF-DR adalah mendukung upaya Pemerintah dalam melembagakan pengalaman serta praktek terbaik dalam penanganan bencana. Pendekatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan Permukiman Berbasis Masyarakat (dikenal sebagai REKOMPAK) telah menjadi pendekatan yang digunakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam pemulihan perumahan untuk pemulihan berbagai kejadian bencana beberapa tahun terakhir. Pendekatan ini menempatkan tanggung jawab di tangan masyarakat. Oleh karena itu, IMDFF-DR melakukan program replikasi dari REKOMPAK di wilayah bencana di Sinabung.

Dukungan program terkait REKOMPAK yang telah dilaksanakan di Sinabung meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

· Pembentukan kelompok Pemukim/KP. Di sini, masyarakat yang telah terverifikasi difasiltasi untuk membentuk 1 kelompok pemukim untuk mempermudah sistim komunikasi dan manajemen pengelolaan. Setelah itu, mereka mulai diperkenalkan dengan mekanisme Huntap Mandiri secara lebih detil.

· Pencarian alternatif lahan. Masyarakat difasilitasi untuk mencari lahan sendiri maupun kelompok. Dilakukan pendataan warga yang sudah memiliki tanah sendiri. Masyarakat diajak untuk berembug menetukan site plan, perletakan rumah, jalan, fasum-fasos, dan menentukan letak rumah sejak dini, sehingga sejak awal pembangunan masyarakat telah mengetahui letak rumahnya. Masyarakat telah mulai diperkenalkan tentang proses dan tata cara membangun rumah, dengan demikian masyarakat akan bertanggungjawab terhadap rumahnya sendiri.

Data alternatif lahan yang telah di dapat oleh masyarakat diverifikasi admisnitratif maupun verifikasi fisik lapangan.

· Penyusunan site plan dilakukan secara partisipatif. Masyarakat diajak berembug menetukan site plan, perletakan rumah, jalan, fasum-fasos, dan menentukan letak rumah sejak dini, sehingga sejak awal pembangunan masyarakat telah mengetahui letak rumahnya. Mereka mulai diperkenalkan tentang proses dan tata cara membangun rumah, dengan demikian masyarakat akan bertanggungjawab terhadap rumahnya sendiri.

· Proses pematangan lahan meliputi pembersihan lahan (termasuk pengangkatan sisa tanaman dan humus) agar tanah menjadi layak untuk dibangun. Kemudian, dilakukan pengukuran dan pematokan peak tanah sehingga lahan telah berbentuk petak untuk tapak rumah, maupun jalan serta lahan fasilitas umum yang lain.

· Masyarakat lalu diajak mendesain rumahnya sendiri (diawali dengan mendiskusikan alternatif desain yang sudah dikembangkan terlebih dahulu), serta memahami bagaiman harus mengelola pembangunan secara partisipasi. (termasuk memahami keuntungan maupun kerugiannya)

· Masyarakat melakukan proses pembangunan dan atau mengendalikan, mengawasi pembangunan rumahnya sendiri

· Didampingi fasilitator, masyarakat menyusun pertanggungjawaban pemanfaatan dana maupun pertanggungjawaban kualitas bangunan.

Merapi

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta merekomendasikan peningkatan status Gunung Merapi dari "Normal Aktif" menjadi "Waspada" pada 20 September 2010. Erupsi pertama Gunung Merapi terjadi pada 26 Oktober sekitar pukul 17.02 WIB. Sedikitnya terjadi tiga kali letusan yang menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas.

Mulai 28 Oktober, Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas. Sejak 3 November, terjadi peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas. Pada 4 November pagi, terjadi letusan besar yang menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi.

Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang, terjadi letusan yang secara terus menerus hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari 5 November 2010. Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 18 November 2010, korban meninggal dunia mencapai 275 orang.

Program

Klik pada logo untuk menyaring.

Program Bantuan Sapi Potong & Kandang Komunal

Kategori : Livelihoods Recovery

Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan oleh IMDFF-DR dalam mendukung pemulihan mata pencaharian masyarakat yang terkena dampak di Merapi adalah dengan memberikan insentif kepada masyarakat yang bersedia di tempatkan/direlokasi di tempat yang lebih aman. Misalnya, dari 82 kepala keluarga warga dari dusun Bakalan, Desa Argomulyo, yang di relokasi ke Dusun Kuwang, sebanyak 54 KK telah memperoleh bantuan ternak sapi dari FAO. Sementara itu, 28 KK lainnya mendapatkan bantuan serupa dari UGM.

Selain bantuan ternak, diberikan juga bantuan pembuatan kandang komunal berperspektif pengurangan resiko bencana, termasuk pengembangan pengetahuan tentang pakan yang bisa disimpan sebagai stock, baik stock segar, kering, maupun fermentasi, pelatihan sistem peringatan dini dan evakuasi ternak. Pemberian bantuan ternak tersebut dilakukan dengan sistem pergiliran induk untuk mengurangi ancaman ketegangan sosial.

Dalam acara serah terima bantuan, Bupati Sleman bercerita bahwa, akibat erupsi Merapi di tahun 2010, jumlah hewan ternak yang mati di wilayahnya mencapai 2.233 ekor sapi perah, 235 ekor sapi potong, 110 ekor kambing, 37.000 ekor burung puyuh, 47.000 ekor ayam potong serta 106.300 ekor ayam petelur. Nilai total dari seluruh ternak tersebut sebesar Rp32,49 miliar. Sementara itu, kandang hewan ternak yang rusak bernilai total hingga

Rp 10,17 miliar, tanaman hijauan makanan ternak senilai Rp1,39 miliar serta instalasi air senilai Rp3,90 miliar. Nilai total kerusakan pada sub sektor peternakan akibat etusan Gunung Merapi tercatat mencapaiRp 48,05 miliar.

Program Buyer Forum untuk Petani Salak

Kategori : Livelihoods Recovery

Erupsi Merapi telah mengakibatkan kerusakan tanaman salak hingga 73% dan diperkirakan akan butuh waktu 3-5 tahun untukmemulihkan kembali produksi hingga seperti semula. Untuk mempercepat pemulihan pendapatan para petani salak, FAO memberi dukungan fasilitasi akses pemasaran yang lebih luas guna meningkatkan kualitas dan harga jual. Menurut perhitungan, peningkatan harga sampai 30% akan dapat memulihkan pendapatan petani di tahun pertama pemulihan produksi.

FAO menfasilitasi Asosiasi Petani Salak untuk berkenalan dengan pasar produk pertanian organik melalui kegiatan buyer forum serta ikut berpartisipasi dalam pameran produk pertanian organik. Kegiatan buyer forum dikelola dalam bentuk tour, dimana pedagang produk pertanian organik dari Malaysia, Thailand, Jakarta, Surabaya dan Yogyakarta diundang ke lokasi pertanian organik dan berinteraksi dengan asosiasi petani salak.

Kegiatan Organik Tour dilaksanakan bekerjasama dengan Aliansi Organis Indonesia dan Malaysia Organik Alliance. Sebanyak 15 pelaku pasar produk pertanian organik hadir dalam kegiatan ini. Sebagaimana telah banyak diberitakan, pertumbuhan permintaan akan produk pertanian organik, baik secara global, regional, nasional maupun lokal, terus tumbuh di atas 10% setiap tahunnya. Perbedaan harga antara produk konvensional dan organik mencapai 20% hingga 400%.

Program Sistem Informasi Desa

Kategori : Strengthtening Coordination

Sistem Informasi Desa (SID) adalah sebuah platform teknologi informasi komunikasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya komunitas di tingkat desa. Sejak tahun 2011, Program Merapi Recovery Response (MRR) di bawah payung Disaster Risk Reduction Based Rehabilitation and Reconstruction (DR4) UNDP, bersama COMBINE Resource Institution (CRI), menginisiasi pembangunan Sistem Informasi Desa (SID) di desa-desa di lingkar Gunung Merapi.

IMDFF-DR mendukung integrasi SID di 15 desa dengan risiko bencana tinggi di wilayah Magelang dan Sleman. Program tersebut didukung penyelesaian Manual SID agar dapat digunakan di seluruh wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Pada 2014, IMDFF-DR mendukung inisiatif “sister village” di 29 desa di wilayah Magelang.

Desa Ngargomulyo (di Kecamatan Dukun) dan Desa Tamanagung (di Kecamatan Muntilan), Kabupaten Magelang, menjadi salah satu percontohan program SID dan "sister village". Kedua desa bersinergi dalam penanganan pengungsi. Jika kembali terjadi erupsi Gunung Merapi, Desa Ngargomulyo yang masuk ke daerah rawan akan mengungsikan warganya ke Desa Tamanagung, yang menjadi desa penyangga pengungsi.

Informasi dalam SID meliputi data-data kependudukan serta early warning system bencana melalui komunikasi short message service (SMS) dan siaran radio. Sistem akan memberi informasi kepada warga terkait kebencanaan; misalnya jalur evakuasi, lokasi pengungsian, daya tampung serta daya dukung pengungsi di desa penyangga.

Dengan penggunaan sistem berbasis teknologi informasi ini, warga di wilayah bencana akan lebih mandiri dan cepat dalam mengantisipasi bencana dan melakukan pengungsian. Sementara itu, warga di desa-desa penyangga akan dapat bersiap secara lebih baik untuk menerima para pengungsi.

Kelud

Peningkatan aktivitas Gunung Kelud telah dideteksi di akhir tahun 2013. Namun, situasi sempat kembali tenang. Baru pada 2 Februari 2014 diumumkan peningkatan status dari “Normal Aktif” menjadi “Waspada”. Pada 10 Februari, status dinaikan kembali menjadi “Siaga” dan pada 13 Februari pukul 21:15 masuk ke tahap “ Awas”.

Dalam waktu kurang dari dua jam, yakni pada pukul 22:50, terjadi letusan pertama. Erupsi menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan Ngancar dan Kediri, Jawa Timur. Suara ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Surabaya, Solo, Yogyakarta dan Purbalingga (yang berjarak kurang lebih 300 km dari pusat letusan).

Pada 14 Februari, dampak abu vulkanik telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di Yogyakarta, seluruh wilayah tertutup abu vulkanik yang cukup pekat, bahkan melebihi abu vulkanik dari letusan Gunung Merapi pada 2010. Ketebalan abu vulkanik di kawasan Yogyakarta dan Sleman diperkirakan lebih dari 2 centimeter.

Pada 15 Februari, abu vulkanik telah sampai ke wilayah Kabupaten Kebumen dengan ketebalan hingga 3 cm. Hujan abu di Kebumen diikuti hujan air sehingga terjadi hujan lumpur. Dilaporkan dampak abu vulkanik juga mencapai wilayah Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa Barat.

Program

Klik pada logo untuk menyaring.

Program Pengembangan Budidaya Pisang

Kategori : Livelihoods Recovery

Pisang dipilih sebagai komoditas yang akan dikembangkan karena pisang lebih tahan terhadap erupsi dan pemeliharaannya yang mudah, tidak memerlukan biaya tinggi dan ketersediaan pasar. Bahan baku untuk olahan makanan lokal, yaitu pisang gethuk. Dinas Pertanian telah mendistribusikan bibit pisang ke petani, tapi hancur akibat erupsi.

Berdasarkan penilaian dan diskusi dengan Dinas Pertanian setempat, pisang akan dibudidayakan di Desa Kebonrejo, Kecamatan Kepung dan Desa Puncu, Kecamatan Puncu. Kegiatan ini sudah dikomunikasikan kepada BPBD Kediri dan Dinas Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kediri.

Analisis rantai nilai telah dilakukan secara partisipatif dalam rangka mengembangkan budidaya pisang di Kabupaten Kediri. Penelitian dilakukan selama Januari-Maret 2016. Salah satu jenis pisang memiliki prospek yang luas untuk dikembangkan adalah Raja Nangka, karena dapat digunakan untuk industri makanan dalam bentuk gethuk, keripik, dll. Namun, jenis pisang yang paling disukai oleh petani adalah jenis Candi, karena mudah untuk memelihara, pendek usia (panen cepat) dan mudah dijual karena untuk bahan baku membuat keripik pisang, pisang goreng, dan campuran gethuk pisang. Petani juga lebih menyukai pisang jenis Ambon Kuning dan Raja Bulu karena harga yang mahal.

Masalah utama dalam pertanian pisang adalah hama dan penyakit, terutama Fusarium, penyakit darah dan virus. Sebagian besar petani tidak tahu nama jenis hama dan penyakit. Cara mengatasinya masih tradisional, petani meninggalkan pisang atau menghancurkannya. Untuk mengatasi masalah ini, perlu diadakan rangakian pelatihan tehnik-tehnik budidaya pisang yang baik (Good Agriculture Practices), Meningkatkan Budidaya pisang, Praktek Penanganan panen dan pasca-panen Good Handling and Manufacturing Practices untuk mengatasi masalah ini.

Berdasarkan analisis rantai nilai, pengembangan sektor agribisnis pisang di Kediri, diharapkan menghasilkan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kediri, terutama petani. Ambon Kuning dan Raja memiliki harga tertinggi dari yang lain, pemasaran pisang yang paling efisien adalah melalui pengempul desa dengan efisiensi 3,06%. Keuntungan dari perdagangan pisang ini lebih banyak dinikmati oleh grosir / kabupaten dibandingkan dengan bisnis lain. Di masa depan itu akan diperlukan dikaji lebih lanjut tentang pemasaran dan sistem agribisnis yang dapat memberikan manfaat lebih kepada petani lokal dan pengusaha di bidang pengembangan komoditas pisang di Kediri.

FAO dan Dinas Pertanian telah bekerja sama mempercepat pengembangan budidaya pisang. FAO memberikan pelatihan tentang Good Agriculture Practice (GAP), Good Handling Practice (GHP), pengembangan bisnis dan pemasaran serta didistribusikan 10.000 bibit pisang (Ambon Kuning, Ambon TW dan Raja Nangka).

Program Pengembangbiakan Burung Hantu

Kategori : Building Community Resilience

FAO mendukung pengembangbiakan burung hantu (Tyto alba) untuk mengurangi hama tikus di Desa Babadan, Kecamatan Ngancar. Tahap awal telah dilakukan diskusi awal dengan Dinas Pertanian, petani nanas dan para ahli. Kemudian kunjungan ke peternakan burung hantu di Desa Keling, Kecamatan Kepung dan Desa Cancangan di Kecamatan Cangkringan. Setelah itu, dilakukan kegiatan sosialisasi, diskusi kelompok terfokus, survei lapangan, studi lapangan, kerja lapangan dan bantuan teknis.

Integrasi penanganan hama tanaman dengan menggunakan predator alami burung hantu (Tyto alba) untuk mengurangi serangan hama tikus pada lahan pertanian di Kabupaten Kediri telah dimulai sejak November 2015. Kegiatan ini diharapkan memperkuat strategi pengembangan pertanian dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah rawan bencana Gunung Kelud.

Dalam pelaksanaan kegiatan ini, beberapa kegiatan awal telah dilaksanakan antara lain: Survei Lapangan sebanyak dan bantuan Teknis. Berdasarkan hasil temuan dari kegiatan survei lapangan dan diskusi dengan kelompok petani, dengan adanya penangkaran burung hantu tersebut dapat mengurangi tingkat kerusakan tanaman (nenas) yang diakibatkan oleh hama tikus dari 80-90% menjadi sekitar 15-25%. Hal ini penting, bagaimana membuat intervensi yang baik dan membangun fungsi alami dari burung hantu (Tyto Alba) untuk mengendalikan populasi hewan pengerat.

Melalui kegiatan lapangan ini, baik inisiasi, diskusi, koordinasi dan kolaborasi diharapkan akan dapat mengurangi kesenjangan kapasitas (pengetahuan dan keterampilan) antar kelompok tani dan pihak terkait dalam menerapkan penanganan hama tikus secara terpadu yang ramah lingkungan. Meningkatkan kesinambungan dan penguatan kapasitas "pertanian tangguh (strategi pengurangan risiko bidang pertanian) di daerah rawan bencana gunung api, terutama dalam menghadapi hama tikus yang menyerang tanaman masa depan dan bencana gunung berapi di masa depan.

Program Perangkat Lunak MIS/GIS di Desa Beresiko Tinggi

Kategori : Livelihoods Recovery

FAO melakukan Pelatihan Komunikasi Kreatif dan Pemasaran Online untuk meningkatkan kualitas Sistem Informasi Desa (SID) dan sekaligus promosi produk-produk hasil pertanian. Tujuannya adalah memperkuat keterampilan dan memberikan pengetahuan, cakupan dan kualitas informasi desa; juga meningkatkan keterampilan dalam menghasilkan konten website yang baik, pemasaran dan memperluas jaringan pemasaran.

Kemudian, UNDP melakukan instalasi software MIS/GIS dan pengembangan SID di 6 desa yang desa risiko tinggi di 3 kabupaten dampak. FAO menindaklanjuti SID dengan memasukkan data penghidupan dan promosi produk unggulan desa melali website pemerintah desa. Telah dilakukan sosialisasi, pelatihan untuk pengumpulan data dan input data dengan dukungan dari pemerintah desa. Pemerintah desa mengharapkan percaya bahwa sistem akan mendorong kualitas pelayanan publik melalui integrasi basis data kependudukan dan penerbitan dokumen lebih cepat hukum. Di sisi lain, pengembangan sistem juga didukung oleh anggota komunitas di tingkat desa (tim Siaga Bencana) untuk mendukung sistem peringatan dini yang efektif dan basis data pengungsi.

UNDP telah pula memberikan bantuan teknis kepada pemerintah daerah dalam mengembangkan Sistem Informasi Bencana Kabupaten (DDIS), manajemen sistem data, kapasitas, dan kelembagaan. Kegiatan yang telah dilakukan adalah:

    1. Lokakarya untuk memetakan kebutuhan stakeholder untuk mendukung Sistem Informasi Bencana telah dilakukan di 3 kabupaten,

    2. Lokakarya pengkajian kebutuhan untuk mendukung sistem informasi bencana kabupaten telah dilakukan di 3 kabupaten,

    3. Tim DDIS yang terdiri dari berbagai pihak telah dibentuk di daerah yang terkena dampak.